Jakarta, Harian Umum - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Munir Arsyad melihat ada yang janggal pada pemotongan remunerasi pegawai tetap non PNS di Unit Pengelola Perparkiran (UPP) DKI Jakarta.
Pasalnya, pada 2023 pegawai tidak dapat memenuhi target pemasukan, tetapi pemotongan remunerasi baru dilakukan pada Januari-Maret 2024, dan kabarnya akan berlanjut pada April ini.
"Itu ada kejanggalan, mengapa tidak mencapai targetnya tahun lalu, kok pemotongan remunerasinya dari Januari 2024?" kata Munir di Gedung Dewan, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Menurut politisi Gerindra ini, manajemen UPP harus transparan agar tidak ada pegawai yang mengeluh karena merasa dirugikan.
Kalau memang terjadi defisit karena pegawai tidak mencapai target pada tahun lalu, jelaskan bagaimana kondisi keuangan saat ini, karena kalau pegawai tidak mencapai target tahun lalu, artinya defisit terjadi di tahun itu, bukan sekarang.
"Kalau masalah ini makin melebar dan menimbulkan kondisi yang tidak kondusif di lingkungan UPP, Komisi B bisa saja memanggil kepala UPP, karena kita juga harus tahu duduk perkara yang sebenarnya," imbuh Munir.
Seperti diketahui, pegawai tetap non PNS di UPP DKI mengeluh karena dengan dalih efisiensi, pada Januari dan Maret 2024 remunerasi mereka dipotong Rp2,5 juta hingga Rp3 juta/orang, sementara pada Maret dipotong Rp1 juta hingga Rp4 juta/orang, tergantung jabatannya. Potongan Rp4 juta dialami pegawai di tingkat manajer operasional
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Sabtu (30/3/2024), Kepala UPP DKI Adji Kusambarto merekomendasikan hariamumum.com agar melakukan konfirmasi kepada Kasubag TU UPP DKI Eko Haryanto.
Saat ditelepon, Eko mengatakan mengatakan bahwa pemotongan dilakukan karena pada tahun 2023 lalu, karena pegawai tidak mencapai target.
Namun, dia mengatakan kalau dia akan memberi keterangan secara lengkap karena ada rumus-rumus terkait pemotongan remunerasi itu yang harus dia jelaskan.
Ketika Senin (1/4/2024) di-WhatsApp, pesan yang dikirim hanya centang satu pertanda kalau WA Eko tidak aktif. Hingga berita ini ditulis, Selasa (2/4/2024), Eko masih tak bisa dihubungi karena pesan yang dikirim masih centang satu.
Staf UPP DKI, Ragil, mengatakan, pada tahun 2017 juga terjadi pemotongan remunerasi yang berujung pada dicopotnya kepala UPP DKI.
"Sekarang terjadi lagi," katanya pada 22 Maret 2024.
Ia mempertanyakan alasan UPP mengatakan pegawai tidak mencapai target. Sebab, katanya, hitungan kebutuhan anggaran mencapai Rp65 miliar, tetapi target hanya Rp59 miliar, sementara pencapaian pendapatan Rp57,8 miliar berdasarkan Pergub Nomor 148 Tahun 2010.
Dengan beban 137 orang pegawai tetap non PNS pada tahun 2023, sambung Ragil, maka dengan komposisi 60% untuk belanja pegawai dan 40% untuk belanja barang dan jasa, alokasi biaya pegawai mencapai Rp34,5 miliar dari pendapatan sebesar Rp57,8 miliar tersebut, sementara untuk belanja barang dan jasa sebesar Rp23,3 miliar.
Namun, karena jumlah pegawai tetap non PNS pada 2023 sebanyak 137 orang, anggaran yang terserap untuk pembayaran gaji, remunerasi, BPJS, THR, gaji ke-13 dan pesangon hanya Rp32 miliar sehingga terjadi surplus/saldo Rp2,5 miliar.
"Darimana tidak terpenuhinya? Itu alasan mereka saja," tegas Ragil.
Ia juga mengkritik penggunaan anggaran barang dan jasa yang mencapai Rp23,3 miliar. Sebab, kata dia, saat ini dari 15 mesin TPE (Terminal Parkir Elektronik) yang berada di lapangan, hanya 3 yang berfungsi.
Rusaknya mesin TPE itu membuat pengambilan data pendapatan dilakukan secara manual, tidak terintegrasi, sehingga rawan manipulasi.
"Kalau pengelolaannya begini, bagaimana pendapatan parkir bisa baik?" kritiknya. (rhm)