Jakarta, Harian Umum- Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menilai, kualitas penertiban reklame merosot pada tahap II karena Tim Terpadu Penertiban Penyelenggaraan Reklame (T2P2R) tidak lagi memberikan sanksi kepada pengusaha pelanggar Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame, tidak sebagaimana dilakukan pada penertiban tahap I.
Ia bahkan mencurigai kemungkinan adanya kompromi antara T2P2R dengan pengusaha dalam kebijakan itu yang dapat merusak citra Gubernur Anies Baswedan.
"Kalau penertiban tanpa pengenaan sanksi, buat apa ada penertiban?" tanyanya kepada harianumum.com di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Amir menilai, jika tidak ada kompromi antara T2P2R dengan pengusaha, T2P2R tentu akan konsisten, karena ancaman pembekuan izin bagi perusahaan yang tidak mau menebang sendiri reklamenya yang melanggar Perda, merupakan kebijakan Gubernur yang disampaikan saat apel pada 19 Oktober 2018 yang merupakan hari pertama dimulainya penertiban reklame oleh T2P2R.
Kebijakan itu kemudian diejawantahkan T2P2R pada penertiban tahap I, dan didukung KPK RI.
"Kalau pada penertiban tahap II sanksi berupa pembekuan izin tersebut tidak lagi digunakan, maka publik akan melihat bahwa Gubernur tidak konsisten dan ini dapat merusak citranya," imbuh dia.
Amir pun berharap jika Gubernur tidak setuju pada kebijakan T2P2R untuk penertiban di tahap II ini, segera lakukan intervensi. Jika terbukti T2P2R sudah dikooptasi pengusaha, maka sebaiknya pimpinannya dicopot dan diganti oleh figur yang kredibel.
"Anies harus bisa membuktikan bahwa dia serius menertibkan reklame-reklame bermasalah itu, bukan hanya sekedar gimmick atau untuk menggertak dengan tujuan tertentu," pungkasnya.
Seperti diketahui, keputusan Anies untuk menertibkan reklame didasari hasil audit BPK yang menemukan adanya kebocoran pajak reklame lebih dari Rp50 miliar saat laporan keuangan DKI tahun anggaran 2017 diaudit. Untuk penertiban ini, Anies bahkan menggandeng KPK RI untuk mendampingi T2P2R.
Penertiban dimulai pada 19 Oktober 2018, diawali dengan apel di sebuah lapangan di samping gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam amanatnya, Anies mengabarkan bahwa ada ratusan titik reklame yang akan ditertibkan, dan untuk tahap awal yang ditertibkan sebanyak 60 titik.
"Para pemilik reklame-reklame yang sudah kita segel, akan disurati. Jika tak mau membongkar sendiri reklamenya, izin kita bekukan selama setahun," katanya.
Pada rapat T2P2R yang digelar 6 November 2018 di kantor Satpol PP dan dihadiri KPK RI, KPK DKI dan perwakilan pengusaha pemilik reklame yang ditertibkan, ditetapkan bahwa reklame harus sudah ditebang paling lambat 6 Desember 2018. Jika tidak dipatuhi, izin operasional dibekukan selama setahun.
Hasilnya, hingga batas waktu yang ditentukan masih ada 20 titik reklame milik 15 perusahaan yang belum ditebang. Izin ke-15 perusahaan ini dibekukan PTSP.
Untuk penertiban tahap II, seperti dijelaskan Kepala Satpol PP DKI Jakarta yang juga merupakan ketua T2P2R, Arifin, Senin (25/3/2019), kepada harianumum.com, sanksi pembekuan izin tidak diberlakukan karena penertiban ini lebih bertujuan untuk membangkitkan kesadaran pengusaha terhadap peraturan yang berlaku.
Pada penertiban tahap II ini, katanya, juga 60 titik reklame menjadi target.
"Pemiliknya telah kita surati dan kita undang rapat. Mereka kita beri waktu hingga 21 April untuk menebang reklamenya itu," kata dia.
Namun ketika ditanya apakah jika hingga 21 April reklame tak ditebang, izin perusahaan pemilik reklame itu akan dibekukan? Arifin menjawab tidak.
"Karena penertiban ini dilakukan untuk menggugah kesadaran pengusaha agar lebih patuh pada peraturan," katanya. (rhm)