Jakarta, Harian Umum - Para pegawai tetap non PNS di lingkungan Unit Pengelola (UP) Perparkiran DKI Jakarta masih berteriak soal pemotongan remunerasi.
Pasalnya, hingga Juli 2024 ini, pemotongan itu masih terjadi.
"Pemotongan (remunerasi) terus terjadi, karena adanya Peraturan Kepala (Perka) UP Perparkiran No. 3 Tahun 2024," kata Ragil, staf parkir yang mewakili rekan-rekannya, Jumat (19/7/2024), melalui pesan WhatsApp.
Perka Nomor 3 Tahun 2024 merupakan pengganti Perka Nomor 12 Tahun 2021.
"Perka Nomor 3 dibuat untuk melegalisasi pemotongan remunerasi, karena setelah Perka itu terbit, pemotongan remunerasi pun terjadi. Perka itu mengatur bahwa pemotongan remunerasi dapat dilakukan kalau UP Perparkiran mengalami defisit," imbuh Ragil.
Ia menyakini pemotongan yang terjadi sejak Januari 2024 itu bukan karena defisit, melainkan karena maraknya praktek KKN ( Korupsi,Kolusi, Nepotisme) dan Pungli di internal UP Perparkiran.
Sebab, pada Januari 2024 Kasubag TU UP Perparkiran Eko Haryanto mengatakan bahwa kebijakan yang dilakukan UP Perparkiran terhadap pegawai tetap non PNS itu bukan pemotongan remunerasi, tetapi penghitungan ulang remunerasi.
"Saya tertawa mendengarnya, karena tidak rasional, bahkan sangat lucu pemotongan remunerasi dibilang sebagai penghitungan ulang. Lantas, apa tujuan dan urgensinya penerbitan Perka No. 3 Tahun 2024? Karena menurut kami, Perka Nomor 12 sudah baik, tak ada masalah dalam pengimplementasiannya, kok tiba-tiba bikin Perka baru?" kata Ragil.
Ia mengakui tahu persis tentang maraknya praktik KKN dan Pungli di UP Perparkiran, dan ini juga diketahui pegawai yang lain. Indikasinya adalah banyaknya pegawai titipan di UP Perparkiran, Jukir yang tidak diberikan seragam, TPE yang tidak di-maintenance sehingga banyak yang rusak, dan lain-lain.
Orang-orang titipan itu dipekerjakan dengan status sebagai PJLP. Saking banyaknya orang-orang titipan itu, jumlah PJLP yang direkrut melonjak tajam dari hanya 60 orang pada tahun 2021, menjadi 171 orang pada tahun 2022-2023, dan mereka semua digaji sesuai UMP Jakarta.
"Itu yang membuat anggaran belanja pegawai melonjak," jelas Ragil
Ia mengakui kalau memang ada pemotongan remunerasi pegawai tetap non PNS untuk pembayaran utang bank dan koprasi, tetapi itu di luar pemotongan remunerasi yang sengaja dilakukan pimpinan UP Perparkiran yang nilainya mencapai Rp2,5 juta/orang untuk tingkat staf dan korlap yang berjumlah 96 orang.
"Saya yakin kalau tidak ada KKN dan Pungli di UP Perparkiran tempat kami bekerja, tidak akan terjadi pemotongan remunerasi. Silahkan pimpinan berdalih apa saja, tetapi yang jelas kami bekerja sesuai SOP (standar Opera prosedur) dan pendapatan kami bagus, pencapaian kami baik, dan sangat memadai," tegasnya.
Ia menilai, pemotongan remunerasi ini juga merupakan bentuk diskriminasi dan kesewenang-wenangan terhadap pegawai tetap non PNS, karena pemotongan remunerasi tidak terjadi pada pegawai PNS maupun PJLP di lingkungan UP Perparkiran.
"Kami sesalkan jabatan yang diemban pimpinan bukannya untuk memperbaiki instansi dan pemerintahan, malah dijadikan sebagai sarana untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Bilamana amanah dijalankan dengan baik dan benar, maka tidak akan terjadi gejolak di kalangan pegawai hingga terekspos di media," tegas Ragil lagi.
Ia membeberkan, jumlah pegawai non PNS UPP Perparkiran pada 2024 ini sebanyak 122 orang. Ia heran, ketika jumlah pegawai non PNS pada tahun 2014 mencapai sekitar 400 orang, semua pegawai sejahtera, dan tak ada pemotongan remunerasi. Kala itu kepala UPP Perparkiran dijabat Sunardi Sinaga.
'Masak sekarang, di bawah kepemimpinan Bapak Aji Kusambarto, kami jadi sengsara? Padahal jumlah kami hanya 122 orang. Bahkan 40% uang pesangon 15 rekan kami yang pensiun tahun 2023 masih ditahan, dan uang pesangon 7 rekan kami yang pensiun bulan Januari hingga Juni 2024 kemarin belum dibayarkan sepeserpun," kata Ragil.
Menurut dia, alasan pimpinan UP Perparkiran bahwa pesangon masih belum dibayarkan karena masih dalam proses penghitungan ulang, adalah nonsens dan mengada-ada.
"Uang pesangon itu hak pegawai yang sudah purnatugas dan seharusnya sudah dibayar lunas. Apalagi karena dananya cukup," tegas Ragil.
Ia berhitung, anggaran pegawai non PNS per bulan sebesar Rp2 miliar. Dengan skema gaji, remunerasi, BPJS, THR, gaji ke-13, dan pesangon dalam pencapaian pendapatan, maka minimal dan maksimal Rp4,5 miliar/bulan.
'Insya Allah sangat cukup," katanya.
Namun, lanjut Ragil, karena adanya KKN dan Pungli, maka seperti ini jadinya; remunerasi dipotong, dan pembayaran pesangon bermasalah.
"Mana ada instansi pemerintah memperlakukan pegawainya seperti perusahaan milik perorangan atau swasta, karena instansi pemerintahan kan melaksanakan aturan dan peraturan pemerintah, dan kinerja serta pencapaian pendapatan kami pun berdasarkan aturan tersebut yang kami jalani," imbuhnya
Ragil mengaku curiga masalah pembayaran pesangon ke-22 rekannya yang purnatugas pada tahun 2023 dan pada Januari -Juni 2024 itu memang disengaja karena menurutnya, dalih UP Perparkiran sedang tidak ada uang adalah bohong.
"Kami tidak terima dituduh menghabiskan uang Silpa (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran, red), karena pendapatan kami pada tahun 2023 lalu surplus Rp2,5 miliar. Menurut penjelasanya pembuat atau perancang anggaran UP Perparkiran kepada saya, uang Silpa itu Ro1,2 miliar digunakan untuk perbaikan park and ride di Kampung Rambutan," bebernya.
Sisa Silpa itu yang sebesar Rp1,3 miliar, tidak jelas kemana.
Hingga berita diturunkan, Kepala TU UP Perpanjangan Eko Haryanto belum dapat dikonfirmasi. (rhm)