Jakarta, Harian Umum - Polemik pemotongan remunerasi di Unit Pengelola (UP).Perparkirsn DKI Jakarta masih terus terjadi.
"Pemotongan itu dilakukan kepala UP.perparkiran terhadap pegawainya dengan alasan untuk efisiensi biaya," kata Ragil, staf Parkir, melalui siaran tertulis, Jumat (5/7/2024).
Menurutnya, pemotongan remunerasi itu merupakan tindakan yang sangat keliru, dan termasuk salah satu bentuk penindasan yang dilakukan Kepala UP Perparkiran terhadap pegawainya
Kisaran pemotongan remunerasi tersebut sebesar Rp3 jutaan/pegawai di tingkat staf dan dan korlap yang berjumlah 94 orang.
"Pemotongan remunerasi dilakukan sejak Januari 2024 hingga Juni 2024. Agar pemotongan remunerasi terlihat ilegal, pimpinan UP Perparkiran membuat Peraturan Kepala (Perka) Nomor 3 Tahun 2024 yang diterbitkan bulan Februari dan diberlakukan pada bulan itu juga," imbuh Ragil.
Diakui, bagi dirinya dan semua pegawai yang mengalami pemotongan remunerasi, alasan efisiensi sebagai dasar pemotongan remunerasi adalah tindakan yang tidak manusiawi, karena mereka semua seolah dianggap sebagai pegawai yang menghabiskan anggaran
"Kami pegawai non PNS yang diatur oleh Peraturan Pemprov DKI Jakarta. Kuangan kami menganut PPK - BLUD. Jadi, menurut saya, pendapatan yang kami peroleh sangatlah memadai dan mencukupi. Dengan kapasitas pegawai non PNS berjumlah 122 orang, (pendapatan) kami sangat cukup untuk membayar gaji, remunerasi, BPJS ,THR, gaji ke-13 dan pesangon," jelasnya.
Namun, lanjut Ragil, UP Perparkiran sepertinya memang dipimpin oleh orang yang salah, sehingga pendapatan yang begitu baik dan cukup menurut dirinya dan pegawai lain yang mengalami pemotongan remunerasi, menjadi tidak baik menurut pimpinan.
"Kami menduga hal itu terjadi karena adanya perbuatan penyalahgunaan jabatan," jelas Ragil lagi.
Ia tegas mengatakan bahwa baik dirinya maupun semua pegawai yang mengalami pemotongan remunerasi, tidak bisa menerima tuduhan pimpinan yang menyebut mereka sebagai pihak yang menghabiskan anggaran.
"Justru kami yang harus menyatakan bahwa di instansi kami terdapat KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) serta Pungli dalam tata kelola keuangan. Ini harus ada perhatian dari penegak hukum di Republik ini. Pk Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono harus menindak oknum pejabat di UP Perparkiran yang terlibat tindakan tidak terpuji itu," katanya.
Ia membebeekan indikasi KKN tersebut, yakni pemotongan remunerasi tidak terjadi terhadap pegawai tetap non PNS, tetapi ada pemotongan gaji dan THR terhadap pegawai PJLP.
Di sisi lain, gaji yang diberikan kepada petugas dan juru parkir (Jukir) TPE di bawah UMP, dan para Jukir tidak diberikan seragam.
"Padahal, Jukir adalah ujung tombak kami selama empat tahun terakhir ini," tegas Ragil.
Salah satu staf parkir senior di UP Perparkiran ini blak-blakan mengatakan bahwa rilis ini dibuat karena ia da . kawan-kawannya sudah sampai pada puncak kekesalan dan kekecewaan atas kepemimpinan kepala UP Perparkiran saat ini.
"Inilah puncak ungkapan kekesalan dan kekecewaan kami selama kepemimpinan Kepala UP Perparkiran DKI Jakarta sekarang ini," pungkas Ragil.
Untuk diketahui, pada tahun 2017 juga terjadi pemotongan remunerasi terhadap pegawai tetap non PNS di UP Perparkiran DKI. Kala itu pemotongan tersebut berujung pada pencopotan kepala UP Perparkiran oleh gubernur Jakarta yang saat itu dijabat Anies Baswedan.
Hingga berita ditulis, pihak UP Perparkiran DKI Jakarta belum dapat dikonfirmasi. (rhm)