Jakarta, Harian Umum - Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso meminta Pemprov DKI dan pengelola MRT dan LRT melengkapi kajian mengenai tarif kedua kereta cepat tersebut.
Kajian tersebut meliputi potensi kenaikan subsidi yang bakal diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta, sehingga besaran tarif setelah subsidi dapat diketahui.
"Dulu kan bilangnya tarif keekonomian MRT hanya Rp 18.000 (per orang). Tapi sekarang malah Rp 31.000. Sementara LRT dulu bilangnya hanya Rp 15.000 dan kalau disubsidi jadi Rp 5.000. Kenyataannya sekarang untuk tarif Rp 6.000 kami harus setujui subsidi Rp 35.000. Penjabaran itu yang tadi tidak ada," kata Santoso usai rapat pembahasan tarif MRT-LRT di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (18/3/2019).
Selain itu Santoso meminta untuk pihak PT MRT dan PT LRT menghitung ulang volume penumpang di tahun berikutnya dalam jangka waktu selama lima tahun untuk menentukan besaran subsidi untuk tarif MRT dan LRT.
"Dari hitungan untuk tahun pertama kan perkiraan volume penumpang sebesar 65 ribuan bagi MRT dan 14 ribuan bagi LRT. Karena itu kita mau mereka menghitung volume penumpang di tahun kedua dan berikutnya sampai jangka waktu lima tahu. Karena kan pasti volume penumpangnya akan naik dari tahun sebelumnya. Nah itu nanti bisa diketahui berapa besaran subsidinya. Karena semakin meningkat volume penumpang semakin besar subsidinya. Karena hitungannya subsidinya per penumpang," urainya.
Santoso juga meminta transparansi pendapatan dari iklan. "Di sepanjang koridor itu kan dipasang iklan. Lalu ada konter-konter orang berjualan. Itu kan merupakan komponen pendapatan juga. Nah itu harus dihitung supaya bisa mengurangi beban subsidi," terang politisi Demokrat.
Sebelumnya Direktur Utama PT MRTJakarta William Sabandar mengatakan tarif MRT yang telah diajukan sebesar Rp10.000 per 10 kilometer bisa dijangkau masyarakat. "Rp10.000 itu sudah willingness to pay(kesediaan untuk membayar) oke," kata William. (Zat)