Jakarta, Harian Umum - Pengamat politik yang juga Ketua Program Doktoral Ilmu Politik Fisip Universitas Nasional, Jakarta, TB Massa Djafar menyebut kalau Presiden Prabowo Subianto sedang membuka "kotak hitam" mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Ia bahkan mengatakan, kalau Prabowo tidak bertindak atas apa yang dilakukan Jokowi selama berkuasa (2014-2024), dia akan hancur, negara pun hancur.
"Hingga sekarang Indonesia sebenarnya belum berhasil membangun sistem demokrasi, sistem yang eksisting hingga saat ini adalah quasy democracy,' kata Djafar dalam diskusi bertajuk "Dengan Semangat Sumpah Pemuda, Kita Dukung Pemerintahan Prabowo Memberantas Korupsi dan Reformasi Polri" yang diselenggarakan Mutiara Sinar Indonesia di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).
Selain Djafar, narasumber lain yang juga dihadirkan dalam acara ini adalah Ditektur Tanhana Dharma Mangruva Institute Anton Permana, Dosen Senior Hukum Tata Negara Univ Musamus Merauke Burhanudin Zein, dan Direktur Gerakan Perubahan yang juga ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Muslim Arbi.
Ratusan orang yang sebagian besar merupakan aktivis, termasuk tokoh senior seperti Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah, dan Aktivitas Kebangsaan dr. Zulkifli S Ekomei, hadir dalam acara uang berlangsung selama hampir 3 jam itu.
Ia membeberkan alasan mengapa dirinya menyebut yang berlaku selama ini adalah quasi demokrasi, karena kata dia, di negara-negara maju yang demokrasinya berjalan dengan baik, bangunan struktur politik dan ekonominya seimbang, sementara di Indonesia hanya 0,5% penduduk yang menguasai sumber ekonomi.
Di sisi lain, selama era pemerintahan Jokowi (2014-2024), hukum jadi alat, bukan menjadi landasan pijakan sistem yang mengatur relasi antara struktur formal dalam negara, dan bahkan hukum tidak cukup kuat untuk melakukan check and balances.
Dan tak hanya itu, di era Jokowi oligarki menjadi pengendali di belakang layar untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompoknya tanpa mempedulikan nasib rakyat, di mana orang yang berperilaku seperti ini oleh Presiden Prabowo Subianto disebut sebagai orang dengan perilaku Serakahnomics.
Bahkan di era Jokowi yang berkembang adalah politik mempertahankan kekuasaan, sementara janji politik maupun amanat rakyat, diabaikan.
"Karena itu, selama 10 tahun berkuasa, Jokowi mementahkan fundamental politik, ekonomi dan lain-lain," katanya.
Djafar bahkan menyebut kalau pemerintahan Jokowi adalah pemerintahan yang menganut sistem kolonialisme. Buktinya adalah;
1. Terjadinya penindasan terhadap oposisi politik dan kebebasan sipil;
2. Eksploitasi sumber daya alam demi kelompok tertentu, bukan untuk kemakmuran rakyat;
3. Kebijakan yang dibuat mengabaikan dampak lingkungan;
4. Korupsi merajalela di kalangan pejabat negara; dan
5. Pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sebagaimana tercermin pada kasus Vina Cirebon, KM 50 dan lain-lain.
"Ibarat pesawat yang jatuh dan kotak hitamnya ditemukan, Prabowo saat ini tengah membuka kotak hitam itu," kata Djafar lagi.
Ia menyebutkan indikasinya, yakni diungkapnya berbagai kasus koruspi jumbo era Jokowi, seperti kasus korupsi pengadaan 1.000 unit laptop berbasis Chromebook, kasus korupsi kuota haji, korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina, kasus korupsi izin impor CPO, dan lain-lain yang angka kerugian negaranya bukan lagi ratusan miliar, tapi triliunan.
"Kita juga melihat bagaimana Menteri Keuangan menolak menanggung utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digagas Jokowi, dan bagaimana Presiden Prabowo mencoret proyek Tropical Costland PIK-2 dari daftar PSN (Proyek Strategis Nasional)," katanya.
Djafar mengakui bahwa dengan kondisi sosial, ekonomi, politik sebagaimana yang ditinggalkan Jokowi, Prabowo memang harus bertindak untuk melakukan perbaikan. Jika tidak, apa yang terjadi di Nepal di mana pemerintah digulingkan rakyat, bisa terjadi di Indonesia.
'Kalau dia diam, Prabowo hancur, negara hancur," katanya.
Djafar menyebut, dari semua persoalan yang harus dihadapi Prabowo, korupsi dan reformasi Polri menjadi dua hal penting, karena saling berkelindan. Sebab, tumpuknya penegakkan hukum ke atas (ke lingkar kekusaan) dan tajamnya penegakkan hukum ke bawah (rakyat jelata), membuat korupsi seakan tak terbendung.
"Kalau ini tidak segera dilakukan, negara makin miskin dan bisa bangkrut," tegasnya.
Secara global, Djafar menyebut inilah yang harus dilakukan Prabowo untuk memperbaiki dan menyelamatkan Indonesia setelah dirusak Jokowi:
1. Prabowo harus mempercapat langkah perbaikan hukum, dan konsolidasi kekuatan pro perubahan;
2. Menyusun agenda reformasi jilid 2, dan kembalikan kedaulatan rakyat;
3. Evaluasi UU Politik, UU Pemilu dan UU Perekonomian dalam rangka membangun sistem demokrasi Indonesia merujuk pada UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila!
4. Reshuffle kabinet dengan mengganti orang-orang dari era Pemerintahan Jokowi; dan
5. Dapatkan pukungan politik dari rakyat dan elit-elit strategis.
(rhm)