Jakarta, Harian Umum - Direktur Gerakan Perubahan dan Kordinator Indoneaia Bersatu, Muslim Arbi, mendesak Presiden Prabowo Subianto agar mengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Pasalhya selain merupakan bagian dari Geng Solo, juga keberadaan Listyo di pucuk pimpinan Polri tak lagi relevan dengan dinamika pemerintahan Prabowo saat ini.
"Saya mendesak Presiden Prabowo segera copot Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo karena dia merupakan bagian dari Geng Solo yang dipimpin mantan Presiden Joko widodo, dan keberadaannya pun di pucuk pimpinan Polri)l tak lagi relevan dalam era pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo Subianto," kata Muslim melalui siaran tertulis, Minggu (3/8/2025).
.Menurut dia, Listyo yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Kapolri, justru menjadi simbol keterikatan dengan masa lalu dan loyalitas yang tidak sejalan dengan arah pemerintahan sekarang.
Dan Listyo, tegas Muslim, karena bagian dari Geng Solo diduga lebih loyal untuk mengabdi kepada Jokowi dan kepentingan-kepentinganya daripada kepada Prabowo maupun pada agenda reformasi hukum yang dituntut rakyat.
Muslim mengacukan pernyataannya pada jaringan kekuasaan informal yang disebut-sebut dibangun oleh lingkaran dalam pemerintahan Jokowi selama dua periode berkuasa (204-2024).
Istilah “Geng Solo”, katanya, mencuat sebagai simbol kelompok yang memiliki kedekatan khusus dengan Jokowi, baik secara kultural, struktural, maupun loyalitas politik.
"Listyo Sigit, meski bukan berasal dari Solo, ditengarai masuk dalam lingkaran tersebut karena kedekatan dan kariernya yang melejit pesat sejak era Jokowi," imbuh Muslim.
Muslim bahkan menyebut, Polri di bawah kepemimpinan Listyo kerap menampilkan wajah institusi yang tak netral, dan banyak peristiwa hukum besar yang dianggap tak kunjung tuntas secara transparan atau bahkan tidak disentuh sama sekali. Salah satunya adalah tragedi berdarah KM 50 pada Desember 2020 yang menewaskan enam pengawal Habib Rizieq Shihab.
“Kasus KM 50 adalah luka besar dalam demokrasi dan hak asasi manusia kita. Hingga kini belum ada penyelesaian yang memuaskan publik. Bahkan pelanggaran HAM berat itu terkesan ditutupi,” kritik Muslim.
Ia juga menyinggung berbagai kegagalan Polri dalam menangani kerusuhan suporter di Kanjuruhan yang menewaskan ratusan orang, serta isu ketidakprofesionalan dalam penanganan kasus besar lain seperti pembunuhan Brigadir Yosua oleh eks Kadiv Propam Ferdy Sambo.
“Kasus Sambo adalah potret buruk bagaimana kekuasaan di dalam tubuh Polri bisa berjalan brutal dan nyaris di luar kontrol,” tegasnya.
Muslim menegaskan, Presiden Prabowo harus menunjukkan keberanian politik dengan melakukan pergantian Kapolri demi membuka era baru reformasi di tubuh kepolisian.
"Jika Presiden ingin membuktikan bahwa hukum tidak tunduk pada kekuasaan lama, maka langkah pertama adalah mengganti orang yang menjadi simbol kekuasaan lama itu," tegasnya.
Muslim mengingatkan bahwa reformasi Polri bukan semata persoalan manajerial, tetapi juga soal loyalitas ideologis. Dalam pandangannya, Presiden Prabowo memerlukan figur Kapolri yang benar-benar netral, profesional, dan tidak terikat pada masa lalu.
“Polri itu alat negara, bukan alat kekuasaan personal. Sudah cukup selama ini hukum diperalat untuk kepentingan politik kelompok tertentu,” katanya.
Soal siapa yang layak menggantikan Listyo? Muslim menyebut sejumlah nama dari internal kepolisian yang dinilai bersih dan profesional. Namun, ia enggan menyebut nama secara spesifik. Ia hanya menyarankan agar Presiden Prabowo membentuk tim evaluasi independen untuk menilai kinerja dan rekam jejak calon Kapolri berikutnya.
“Presiden jangan bergantung pada rekomendasi kelompok-kelompok lama yang masih bermain. Cukup sudah masa oligarki politik bermain di tubuh Polri,” tegasnya.
Seperti diketahui, sejak dilantik sebagai presiden pada Oktober 2024, Prabowo Subianto belum melakukan perombakan besar di institusi Polri, khususnya di pucuk pimpinan Polri. Banyak pihak menilai ini sebagai upaya menjaga stabilitas.
Namun, sejumlah pengamat politik dan aktivis mulai menyuarakan kekhawatiran jika lambatnya langkah Prabowo bisa membuat agenda reformasi hukum mandek di tengah jalan.
Muslim mengatakan, saat ini publik menanti langkah berani Prabowo untuk merombak pucuk pimpinan Polri.
"Kalau Prabowo tidak segera bertindak, publik bisa menganggap bahwa dia hanya melanjutkan status quo. Padahal, rakyat berharap perubahan, dan perubahan itu harus dimulai dari Polri yang selama ini menjadi alat represif kekuasaan," pungkasnya. (rhm)