Jakarta, Harian Umum - Penentuan besaran tarif MRT-LRT hingga kini belum menemukan titik terang. Usulan tarif sebesar Rp 10.000 hingga Rp 12.500 masih ditolak DPRD DKI Jakarta dengan alasan pemaparan PT MRT dan PT LRT kurang detail.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Nur Afni Sajim menyarankan agar subsidi untuk tarif MRT-LRT tidak terlalu besar sebaiknya penentuan tarif bagi masyarakat tidak disamaratakan. Namun disesuaikan dengan status, kondisi serta domisili pengguna MRT-LRT.
"Supaya subsidi engga besar, tarifnya jangan disamakan ke semua masyarakat. Karena yang bakal baik MRT-LRT kan beragam, ada pegawai, pelajar, lansia. Karena itu tarifnya dibedakan, bagi pelajar atau lansia harganya harus lebih murah," kata Afni di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Selain itu, PT MRT dan PT LRT harus memperhitungkan pengguna yang bukan merupakan warga Jakarta. "Subsidi tarif MRT -LRT dari APBD DKI tapi penggunanya kan ngga semua warga DKI. Itu harus diperhatikan pengelola," ucap politisi Demokrat tersebut.
Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta mengusulkan mematok subsidi yang harus digelontorkan untuk MRT dengan tarif keekonomian Rp31 ribu adalah Rp21 ribu. Dengan jumlah itu penumpang MRT hanya akan membayar tarif sebesar Rp10 ribu.
Sementara untuk LRT Pemprov DKI menetapkan tarif keekonomian sebesar Rp41 ribu dengan subsidi Rp35 ribu. Dengan jumlah subsidi itu penumpang LRT hanya akan membayar Rp6 ribu.
Jika ditotal, subsidi MRT rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) mencapai lebih dari Rp 572 per tahun, sedangkan subsidi LRT rute Kelapa Gading-Velodrome mencapai lebih dari Rp 327 miliar per tahun. (Zat)