Jakarta, Harian Umum- Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), Syaiful Jihad, menilai penertiban reklame pelanggar Perda DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame semakin tak jelas pasca penertiban reklame tahap I pada Oktober-Desember 2018.
Ia menduga, hal ini terjadi karena diduga Tim Terpadu Penertiban Penyelenggaraan Reklame (T2P2R) pecah.
"Saya perhatikan dalam beberapa pekan terakhir nyaris tak ada penertiban, kecuali pembongkaran terhadap reklame di Jalan Thamrin Boulevarad, Jakarta Pusat, pada 5 April lalu. Padahal masih banyak sekali reklame di Kawasan Kendali Ketat yang melanggar Perda karena menggunakan tiang tumbuh, dan reklame-reklame itu itu belum disegel, apalagi dibongkar. Contohnya yang di Jalan Sudirman dan Satrio" katanya melalui pesan WhatsApp, Minggu (21/4/2019).
Ia mempertanyakan klaim Satpol PP yang menyebut bahwa telah 107 titik reklame yang dibongkar pada penertiban tahap I dan tahap II yang katanya saat ini masih berlangsung, karena menurut catatan JPS, hingga 26 Februari 2019 jumlah reklame yang dibongkar sebanyak 92 titik, dan sejak 26 Februari hingga hari ini baru tiga titik yang dibongkar, yakni yang di Jalan Thamrin Boulevard pada 5 April, dan dua titik di Pusat Sejarah TNI Jalan Gatot Subroto yang dibongkar sendiri oleh pemiliknya pada 29 Maret 2019.
"Karena itu biar publik percaya klaim Satpol PP, umumkan saja secara terbuka ke-107 titik yang telah dibongkar tersebut lokasinya dimana saja. Juga sebutkan titik mana yang dibongkar Tim Terpadu, dan titik mana saja yang dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Plus apa nama perusahaannya," imbuh dia.
Syaiful mengaku sulit mempercayai klaim Satpol PP, karena saat merilis pembongkaran reklame di Jalan Thamrin Boulevard, Satpol PP mengatakan bahwa titik itu masuk daftar penertiban tahap pertama. Padahal, berdasarkan informasi yang ia terima saat penertiban I berlangsung, Jalan Thamrin Boulevard tidak masuk daftar jalan yang ditertibkan, karena 60 titik reklame yang dibongkar saat itu berada di Kawasan Kendali Ketat Jalan Sudirman, Thamrin, S Parman, Gatot Subroto, MT Haryono, dan HR Rasuna Said.
"Yang membuat saya prihatin, saya mendapat informasi kalau Tim Terpadu yang terdiri dari SKPD-SKPD terkait, seperti Satpol PP sendiri, Dinas Bina Marga, dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (DCKTRP), serta Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), pecah, karena SKPD-SKPD lain enggan datang jika diundang rapat oleh Satpol PP," katanya.
Ia menyebut, sumbernya mengatakan ada beberapa sebab perpecahan itu.
"Antara lain, katanya sih karena saat rapat, ada pejabat dari DCKTRP yang dimaki-maki pejabat Satpol PP, tapi bukan Kasatpol, dan diminta agar jangan sok tahu. Padahal pejabat itu punya peran besar saat penertiban tahap I, karena pejabat itu yang menyegel reklame-reklame di S Parman, Gatot Subroto dan MT Haryono atas perintah kepala DCKTRP saat itu. Sekarang, apalagi setelah kepala DKCTRP dimutasi menjadi kepala DPM-PTSP, DKCTRP pun sepertinya stop melakukan penyegelan," imbuhnya.
Syaiful berharap Gubernur Anies Baswedan memperhatikan betul program penertiban reklamenya, dan melakukan pembenahan jika memang diperlukan, agar jangan sampai programnya ini menjadi "ajang kucing-kucingan".
"Saya sarankan, fokus saja dulu di Kawasan Kendati Ketat. Tuntaskan. Setelah itu baru bergeser ke Kawasan Terlarang dan kawasan lain," pungkasnya.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin, membantah kalau penertiban reklame mengendor alias menjadi tak jelas.
"Kita menghormati proses Pilpres kemarin," katanya.
Ia juga membantah kalau T2P2R pecah.
"Gak ada yang gak kompak," katanya.
Ia menambahkan kalau pihaknya menunggu hingga hajatan nasional Pemilu berlalu.
"insya Allah (penertiban) jalan terus," tegasnya. (rhm)