Jakarta, Harian Umum- Waduh, kebijakan Gubernur Ahok dan Gubernur Djarot Syaiful Hidayat yang pernah melakukan mutasI besar-besaran pada 2015-2017, ternyata meninggalkan jejak berupa kosongnya 500 lebih jabatan eselon III di tingkat provinsi, kabupaten dan kota di DKI Jakarta.
Jabatan yang kosong tersebut adalah jabatan kepala bidang (Kabid) dan kepala bagian (Kabag).
"Data yang saya peroleh, kosongnya jabatan itu juga karena pada 2015-2017 ada Kabid dan Kabag yang pensiun, namun tidak langsung digantikan," jelas Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah kepada harianumum.com di Jakarta, Jumat (9/11/2018).
Diakui, kosongnya 500 lebih jabatan eselon III ini ikut menjadi penyebab mengapa penyerapan APBD 2017 pada triwulan I - III 2017 dan penyerapan APBD 2018 pada triwulan I dan II, rendah, karena Kabid dan Kabag umumnya juga merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk program-program/proyek-proyek yang ditangani SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
"Karena itu Anies (Gubernur Anies Baswedan, red) harus segera mengisi jabatan-jabatan itu agar APBD terserap secara optimal," katanya.
Meski demikian ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini mengatakan, berdasarkan informasi yang ia dapat, BKD (Badan Kepegawaian Daerah) dan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) sebenarnya telah melakukan seleksi untuk mengisi jabatan-jabatan tersebut, dan telah pula memilih pejabat mana yang direkomendasikan untuk mengisinya. Nama-nama pejabat itu bahkan telah diserahkan kepada Anies.
Namun, jelas Amir, hingga hari ini Anies belum memberikan persetujuan, apalagi menerbitkan SK Pengangkatan.
"Saya belum tahu apa alasannya, karena belum bisa berkomunikasi dengan dia,," imbuh Amir.
Pengamat ini berharap Anies menjadikan masalah pengisian jabatan eselon III ini sebagai prioritas, karena Anies punya tugas berat, yakni mempertahankan opini WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK atas laporan keuangan DKI 2017.
"Jangan sampai karena banyak jabatan kosong, kinerja SKPD tidak maksimal akibat banyak program/proyek tidak dapat direalisasikan, laporan keuangan mendapat WDP (wajar dengan pengecualian)," pungkasnya. (rhm)