Jakarta, Harian Umum- Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menilai, penolakan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi dan sejumlah fraksi di lembaga legislatif yang dipimpinnya, atas kebijakan Gubernur Anies melepas saham di PT Delta Jakarta, merupakan bentuk kegagalan komunikasi Anies dengan para wakil rakyat itu.
Padahal, ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) menempatkan seorang kepala daerah berada pada posisi menang biji alias lebih powerfull dibanding DPRD.
"UU Pemda menampatkan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan. Artinya, lembaga legislatif ini bukan lembaga full body. Bahkan sistem kepemimpinan di lembaga itu pun kolektif kolegial yang berarti seluruh kebijakan, kegiatan atau pun dalam menjalankan suatu proses dalam kelembagaan, semuanya berpijak pada. kebersamaan dimana seluruh pengurus dan anggota harus terlibat," kata Amir kepada harianumum.com di Jakarta, Sabtu (9/3/2019).
Karena DPRD hanya lembaga perwakilan, jelas ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini, lembaga yang berisi politikus dari berbagai partai peserta Pemilu ini harus mendukung Gubernur jika kebijakan yang dibuatnya baik dan prorakyat, dan tak boleh hanya mlihat kebijakan gubernur dari sisi politis atau dari sisi kepentingan pribadi, kepentingan partai maupun kepentingan kelompoknya. Apalagi karena pimpinan dan anggota DPRD dipilih oleh rakyat dengan tanggung jawab mengemban aspirasi rakyat, plus janji-janji yang disodorkannya kepada rakyat saat kampanye.
"Karena itu Anies harus mendorong DPRD agar menggelar sidang paripurna untuk melihat, dari sembilan fraksi dengan jumlah pimpinan dan anggota sebanyak 106 orang di DPRD, berapa yang mendukung pelepasan saham di PT Delta, dan berapa yang menolak. Kalau jumlah yang menerima lebih banyak, ketua DPRD harus didorong untuk memberikan persetujuan. Jika tetap menolak, maka dia melanggar UU Pemda dan UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3)," tegas Amir.
Ia juga mengingatkan bahwa salah jika kebijakan gubernur menjadi mangkrak hanya gara-gara ketua DPRD tidak setuju dan tidak mau meneken surat yang diajukan gubernur, karena ketua DPRD bukan eksekutor, dan keputusan DPRD ada di sidang paripurna.
Ia menilai, apa yang dipertontonkan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi selama ini yang tak juga meneken surat permohonan persetujuan Gubernur Anies Baswedan untuk melepas saham di PT Delta, merupakan bentuk arogansi dan pengangkangan terhadap sistem kolektif kolegial yang berlaku di DPRD DKI, oleh politisi PDIP itu.
"Karena itu saya setuju-setuju saja jika ada imbauan agar politisi yang menolak pelepasan saham di PT Delta, jangan dipilih lagi saat Pileg 2019. Apalagi karena sebelumnya, Pansus Menara Mikrosel DPRD DKI juga mangkrak karena hingga ketua Pansus itu, Lulung Lunggana, mengundurkan diri karena pindah dari PPP ke PAN, Lulung tak juga menerima surat persetujuan pembentukan Pansus itu dari ketua DPRD," pungkasnya.
Seperti diketahui, saat kampanye Pilkada Jakarta 2017, Anies berjanji akan melepas saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta jika ia terpilih menjadi gubernur, karena ia menginginkan PAD (pendapatan asli daerah) yang halalan toyiban bagi DKI.
Janji itu direalisasikan dengan mengirimkan surat permohonan persetujuan pelepasan saham Pemprov DKI di PT Delta kepada DPRD DKI Jakarta pada Mei 2018, namun realisasi itu terganjal oleh ketidaksetujuan Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Parsetio Edi Marsudi, dan anggota sejumlah fraksi lainnya, antara lain NasDem
Prasetio tiak setuju dengan alasan karena selain PT Delta memberikan deviden hingga Rp50 miliar per tahun, juga sejauh ini perusahaan itu tidak pernah merugikan Pemprov.
"Gubernur sebaiknya memikirkan ulang rencana ini," katanya.
Tindakan Prasetio, ini menimbulkan glombang protes dari para pendukung Anies, terutama yang Muslim, karena dalam ajaran Islam, Miras diharamkan dan perderannya pun merusak generasi harapan bangsa.
Pada Jumat (8/2/2019) ratusan umat Islam dari berbagai elemen masyarakat, seperti FPI, LPI, Brigade 411, Jawara Betawi dan emak-emak dari Relawan PAN, mendemo DPRD dan menuntut agar DPRD menyetujui kebijakan Anies dan meneken surat yang diajukan mantan Mendikbud itu.
Saat berorasi, Ketua DPP FPI Habib Muchsin Alatas mengimbau agar umat Islam tidak memilih lagi anggota dan pimpinan DPRD DKI yang menentang pelepasan saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Jakarta Tbk, karena dianggap tidak pro kepentingan rakyat dan pro maksiat.
Saham Pemprov DKI di perusahaan yang memproduksi Miras, antara lain dengan merek Anker itu, mencapai lebih dari 29% dengan rincian, saham Pemprov sebesar 26,25%, dan saham BPIPM (Badan Pengelola Investasi dan Penanaman Modal) lebih dari 2%.
Saat BPIPM dibubarkan pada 2000, sahamnya digabung dengan milik Pemprov DKI.
Jika semua saham dilepas, Pemprov akan mendapat pemasukan minimal sebesar Rp1,2 triliun.
Anies pernah mengatakan, uang hasil penjualan saham itu akan dialokasikan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan.lain-lain. (rhm)