Jakarta, Harian Umum- Pakar gestur yang juga sesepuh Alumni Universitas Indonesia (UI) Bangkit, Taufik Bahaudin, mengatakan, proyek reklamasi di Pantai Utara (Pantura) Jakarta harus ditolak, karena sarat dengan kebohongan.
"Reklamasi penuh dengan kebohongan, karena niatnya bukan untuk kepentingan orang banyak, melainkan untuk kepentingan bisnis semata," katanya dalam Workshop Kajian Geo-Politik, Hankamnas dan Hukum yang diselenggarakan Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia di Hotel Sofyan, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).
Ia menyebut, klaim-klaim pemerintah untuk mendukung megaproyek para Taipan ini hanya untuk mencari pembenaran, bukan kebenaran.
"Proyek reklamasi ini merupakan contoh yang luar biasa, yang memperlihatkan kualitas cara berpikir para pejabat negara yang amat merugikan rakyat," imbuhnya.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan berkali-kali mengatakan bahwa proyek reklamasi harus dilanjutkan, karena permukaan tanah di Jakarta, khususnya di bagian utara, terus mengalami penurunan antara 8 hingga 23 sentimeter per tahun, sehingga diperkirakan dalam 10 tahun mendatang Jakarta akan tenggelam.
Luhut bahkan mencabut moratorium pembangunan Pulau G yang dikeluarkan Menko Maritim sebelumnya, Rizal Ramli, dengan alasan kalau kajian lingkungan untuk pembangunan pulau ini telah dilakukan, dan pembangunan pulau itu tak bermasalah.
Sebelumnya, Rizal memgutarakan alasan mengapa ia meminta agar pembangunan pulau itu dihentikan.
Menurut dia, berdasarkan kajian tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Pemprov DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Kelautan dan perikanan (KKP), diketahui kalau pembangunan Pulau G masuk kategori pelanggaran berat karena membahayakan lingkungan hidup, proyek vital strategis, dan jalur kapal.
Di bawah reklamasi pulau G, katanya, terdapat kabel listrik dan stasiun tenaga listrik milik PLN, dan pembangunan pulau itu pun mengganggu aktivitas nelayan, serta berdampak pada rusaknya biota laut.
Pembangunan pulau ini sempat digugat nelayan dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), karena pembangunan itu membuat mereka akan direlokasi Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Kepulauan Seribu dengan tanpa disosialisasi.
Gugatan ini menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sehingga Ahok banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), namun gugatan nelayan dan Walhi menang lagi.
Ahok lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan dimenangkan.
Sejak awal, proyek ini memang memicu kontroversi karena dibangun tanpa izin dan tanpa analisis masalah dampak lingkungan (Amdal).
Tak hanya itu, saat masih dalam pembangunan, proyek ini sudah dipasarkan di China, Taiwan dan Singapura, sehingga muncul kecurigaan kalau pulau-pulau hasil reklamasi akan menjadi kawasan eksklusif warga asing, khususnya dari China, sehingga dianggap membahayakan kedaulatan negara.
Apalagi karena bukan rahasia kalau pemerintahan Jokowi terkesan berorientasi ke China, sehingga ada kecurigaan kalau pemerintahan ini cepat atau lambat dapat membuat negara ini dikooptasi pemerintahan berideologi komunis itu. (rhm)







